Oleh: m45ib | September 22, 2009

<p align=”center”>Alternatif Solusi Potensi Konflik Etno-nasional

Nangroe Aceh Darussalam (NAD) Pasca PILKADA

Oleh ;

Ibrahim bin Sa`id

Pendahuluan

Penyelesaian konflik di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) yang pada awalnya menurut banyak pihak merupakan sesuatu yang sulit atau bahkan tidak mungkin tercapai dan terlaksana, akhirnya dapat tercapai dengan disahkannya hasil PILKADA NAD, yang tertuang dalam SK No. 59/2006 oleh KIP NAD. Meskipun terjadi insiden – insiden kecil, secara umum PILKADA NAD berjalan dengan lancar. Dengan kejelian pasangan Irwandi-Nazar, pasangan yang merupakan mantan pembesar GAM ini akhirnya memenangkan perolehan suara sekitar lebih dari 30% dari total suara yang terjaring. Dan kemenangan pasangan ini merupakan kasus pertama di Indonesia dimana pasangan pemenang PILKADA bukan berasal dari partai (skala nasional) atau bisa disebut dari calon independent.

Meskipun dengan telah dilaksanakannya pengangkatan pasangan Irwandi-Nazar sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur NAD pada tanggal 8 Februari kemarin, konflik ini tidak sepenuhnya berakhir, karena menurut Burton,  seperti yang  dikutip   oleh   Salam(1).   Penanganan   semacam   ini     masih merupakan penyelesaian belum bisa disebut resolusi konflik(2) , karena potensi-potensi konflik baru dapat muncul jika kita tidak bisa membaca isu dan keinginan publik Aceh terhadap daerah tercinta mereka pasca PILKADA.

Konflik Etno-nasional

Sebelum membahas dan mengelompokkan konflik NAD lebih baiknya kita perlu mengerti terlebih dahulu apa itu konflik dan apa itu konflik etno-nasional. Menurut Hunsaker   (2001) Konflik adalah tidak sepakatnya/ketidakstujuan antara 2 pihak atau lebih (individu, kelompok, depertment, negara, dan lain sebagainya) yang terlihat oleh perbedaan pendapat antar masing masing pihak. Konflik tidak akan sepenuhnya dapat dihilangkan namun jika kita bisa mengatur/mengendalikannya secara efektif konflik dapat mempunyai banyak manfaat dan keuntungan.

(1) El Fatih A.Abdel Salam, Associate Professor, Department of Political Science, International Islamic University, Kuala Lumpur, Malaysia.

(2) perbedaan resolusi, dengan manajemen dan penyelesaian konflik adalah pada cara-cara yang analitis dan masuk ke akar permasalahan dan solusinya bersifat permanen

Konflik bukan suatu kontes, artinya tidak ada pihak yang kalah/yang menang diantara pihak yang berselisih. Namun sering kali kita berpandagan dalam kehidupan kita, bahwa konflik adalah suatu kontes yang malah menjadikan hidup kita sebagai “papan skor “ yang besar Kemenangan atau kekalahan adalah suatu pilihan dalam sebuah pertandingan, namun tidak demikian halnya dengan konflik. Belajar, tumbuh dan bekerjasama adalah tujuan dalam

pemecahan suatu konflik. Dalam pemecahan suatu konflik jarang sekali ditekankan pada siapa yang benar, tetapi lebih kepada sebuah pengetahuandan apresiasi terhadap perbedaan (Crum, 1987).

Setelah kita mengetahui apa arti konflik kita perlu mengelompokkan konflik tersebut, karena dengan diketahui jenisnya maka dengan mudah pula penanganan konflik sampai kepada tahap resolusinya. Dari ciri dan karakter, konflik di NAD dapat dikelompokkan dalam jenis konflik etno-nasional. Menurut Salam konflik etno-nasional harus mempunyai tiga kriteria, yaitu : (1) konflik terjadi di dalam batas-batas wilayah negara; (2) salah satu pihak yang bertikai/berkonflik adalah pemerintah yang berkuasa; dan (3) pihak oposisi mampu memberikan perlawanan yang terus-menerus.

Dan konflik NAD memenuhi ketiga kriteria tersebut. ciri lain yang biasanya identik adalah jika kelompok teroris/separatis etno-nasional bersikap siam (passivity) berarti bahwa berkelanjutannya pengorbanan, karenanya untuk mencegah kelompok teroris/separatis tersebut menjadi korban, kelompok itu atau unsur-unsur militannya terus-menerus melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak dapat dibenarkan namun mereka menggunakan alasan demi mempertahankan kelompoknya. Kelompok-kelompok separatis/teroris ini seringkali merasa kelangsungan hidupnya terancam dan membawanya pada konsep egoisme pengorbanan(3) .

Potensi Konflik dan Solusinya

Potensi konflik yang paling besar di NAD pasca PILKADA adalah penerapan/pelaksanaan UU PA. Hal ini cukup beralasan karena jika kita melihat pada BabVI mengenai Kewenangan Aceh, terutama pada pasal 7 ayat 1, 2, dan 3 yang isinya  dapat diartikan sebagai berikut “seluruh kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah /DPR pusat harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari pemerintahan NAD dan Dewan Peertimbangan Rakyat Aceh (DPRA).

(3) egoisme pengorbanan ; ketidak-mampuan sekelompok etno-nasional sebagai akibat langsung dari trauma sejarahnyauntuk berempati pada penderitaan kelompok minoritas

Selain itu pasal yang sempat dipertanyakan oleh para mantan GAM adalah tentang TNI yang berbunyi “ Tentara Nasional Indonesia bertanggungjawab menyelengarakan pertahanan Negara dan tugas lain di Aceh sesuai dengan perundang-undangan”. Melihat sumber potensi konflik yang merupakan naskah tekstual. Salah satu solusi adalah dengan duduk bersamanya pihak-pihak yang berkepentingan terhadap UU PA tersebut, dan pembuat Rancangan UU PA memberi pandangan dan/tafsiran yang tidak hanya tekstual, namun juga pandangan/tafsiran yang bersifat histori. Dimana asal-usul/alasan sampai disepakatinya konteks tersebut. karena jika menafsiri hanya pada taraf tekstual makna yang sesungguhnya biasanya kurang dapat tercapai.

Potensi konflik yang kedua , namun cukup memungkinkan proses separatis terjadi adalah tentang Pengadilan HAM. Meskipun pasangan pemenang PILKADA Irwandi-Nazar tidak menjadikan Pengadilan HAM sebagai prioritas utama dalam program kerjanya, namun pihak-pihak yang terkena langsung dari ketidakadilan asasi di NAD terutama korban kekerasan operasi militer, akan lebih leluasa memperjuangkan keadilan terutama dengan alam keternbukaan yang  baru  dan   perjuangan  mereka  tidak   hanya   pada  taraf   nasional, tetapi sampai pada tingkat internasional. Dan pengadilan HAM dengan bantuan Mahkamah Internasional juga merupakan suatu keniscayaan. Untuk masalah yang seperti ini tidak cukup hanya dengan satu/dua solusi namun banyak alternatif solusi yang harus diambil dan kesemuanya harus saling mendukung satu sama lain. Alternatif itu antara lain; Diplomasi jalur dua(4) , ciri diplomasi ini adalah interaksi yang terjadi antar anggota kelompok dan bersifat tidak resmi/non formal. Berbarengan dengan itu Diplomasi jalur satu (antar pemimpin kelompok dan beresifat formal) juga harus terus berjalan. Diplomasi jalur dua sangat efektif untuk meredam konflik, langsung mengena pada grass root ditambah pendekatan emosional yang dapat terpenuhi. diplomasi tersebut dapat juga dilaksanakan dengan lebih meningkatkan peran dari organisasi-organisasi social (Civil Organization Society (COS)). Dan alternatif lain yang dapat diambil untuk isu HAM ini adalah strategi penawaran, baik penawaran distributive maupun penawaran integrative(5) .

(4) Diplomasi jalur dua : interaksi tidak resmi antara anggota kelompok yang bertikai untuk mempengaruhi pendapat umum, dan diplomasi ini bukan merupakam pengganti diplomasi jalur satu.

(5) strategi penawara :

–          penawaran distributive: adanya proses negosiasi

–          penawaran integeratif : adanya kesepakatan win-win solution.

dan terakhir namun merupakan solusi yang sangat efektif dalam pencitraan nama baik RI di dunia internasional adalah dengan digalakkannya advokasi-advokasi di luar negeri dan PBB. Karena opini dunia yang positif terhadap Pemerintah RI dapat memberikan poin plus dan dukungan internasional demi tercapainya re-integerasi Aceh secara nyata.

Daftar Pustaka

Burgoon, Michael, Michael Ruffner, 1974. Human Communication, A Revision of Approaching Speech/Communication, Holt, Rinehart and Winston, New York.

Crum, Thomas F, 1987, The Magic of Conflict. Touchtone, New York.

Hunsaker, Philip L, 2001. Training in Management Skills. University of San Diego Prentice Hall. New York.

Salam, E.,F., A.Kerangka Teoritis Penyelesaian Konflik. Department of Polotical Science, International Islamic University, Kuala Lumpur, Malaysia.

Trenholm, Sarah, 1995, Interpersonal Communication, Third Edition, Wadsworth Publishing Co.,California

www.acehinstitut.com

www.jawapos.com

Kategori